Jumat, 22 Juni 2012

ekologi hewan


EKOLOGI HEWAN
     Ruang lingkup kajian:
1.      Distribusi dan kelimpahan populasi secara lokal dan regional, mulai dari tingkat relung, mikrohabitat, dan habitat, komunitas sampai biogeografi. 
2.      Regulasi fisiologi, respons, adaptasi struktural dan perilaku terhadap perubahan lingkungan.
3.      Perilaku dan aktivitas hewan dalam habitatnya.
4.      Perubahan secara periodik (harian dan musiman) dari kehadiran, aktivitas, dan kelimpahan populasi hewan.
5.      Dinamika populasi dan komunitas, dan pola interaksi hewan dalam populasi dan komunitasnya.
6.      Pemisahan relung ekologi, spesies, dan ekologi evolusioner.
7.      Masalah produktivitas sekunder dan eko-energitika.
8.      Ekologi sistem dan pemodelan.

SIFAT DAN PENDEKATAN
     Pendekatan ekologi hewan secara laboratoris, lapangan, dan matematis.
     Sumber kesulitan berupa metode, teknik pengamatan, dan pengukurannya (perbedaan ukuran tubuh, pergerakan, daya jangkau, habitat, dan perilaku).
     Pola aktivitas hewan: diurnal, krepuskular, nokturnal, dan aritmik.
     Metode dan teknik penelitian ditentukan oleh: spesies, ukuran tubuh, stadium perkembangan, kondisi habitat, tujuan, dan sasaran penelitian.
     Aspek terapan ekologi hewan bermanfaat di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan konservasi satwa liar.
     Berbagai spesies hewan berguna sebagai spesies indikator terhadap perubahan kondisi lngkungan.

HEWAN DAN LINGKUNGAN
     Lingkungan bagi hewan adalah semua faktor biotik dan abiotik yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi kelangsungan hidupnya.
     Lingkungan abiotik hewan berupa:
            1. medium
            2. substrat
            3. faktor cuaca dan iklim.
     Medium adalah bahan yang secara langsung melingkupi hewan, dan hewan mengadakan interaksi dengan medium (ikan menerima berbagai zat dari air, dan air menampung kotoran dari ikan).
     Substrat adalah permukaan tempat hewan hidup, terutama untuk menetap atau bergerak, atau benda-benda padat tempat hewan menjalankan seluruh atau sebagian aktivitas hidupnya.
     Fungsi medium bagi hewan:
1. Tempat tinggal (ikan hidup dalam air)
2. Sumber materi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh (memperoleh oksigen dari udara)
3. Tempat membuang sisa metabolisme (karbondioksida dan feses)
4. Tempat reproduksi (katak bereproduksi di habitat air)
5. Tempat penyebaran keturunan.
     Fungsi substrat bagi hewan:
1. Tempat berpijak
2. Tempat bersarang
3. Tempat mencari makan
4. Tempat berlindung.
     Substrat mengalami modifikasi karena aktivitas hewan.
     Aspek lain dari lingkungan hewan adalah kondisi dan sumberdaya.
     Kondisi adalah faktor abiotik yang kuantitasnya hanya bisa dimodifikasi tetapi tidak dapat dihabiskan karena adanya aktivitas hewan.
     Sumber daya adalah faktor abitoik dan biotik yang kuantitasnya tidak hanya bisa dimodifikasi tetapi dapat dihabiskan karena adanya aktivitas hewan.

PERUBAHAN LINGKUNGAN
     Perubahan lingkungan hewan dibedakan:
v  Siklik, perubahan yang terjadi berulang-ulang, yang berskala harian, bulanan, musiman/tahunan.
v  Terarah, perubahan yang terjadi berangsur-angsur, kontinu dan progresif menuju ke
v  suatu arah tertentu.
v  Eratik, perubahan yang tak berpola dengan arah tidak konsistensi.

HEWAN SEBAGAI HETEROTROP
     Berdasarkan tipe nutriennya, hewan dibedakan menjadi:
  1. Tipe holozoik (fagotrof); hewan pemakan tumbuhan atau hewan lain yang harus dicari dan ditemukan terlebih dahulu baru kemudian memakannya.
  2. Tipe saprozoik (saprotrof), perolehan nutrien berasal dari organisme yang telah mati, membusuk, atau terurai, yang kemudian diabsorbsi melalui membran selnya.
  3. Tipe parasitik (osmotrof), hewan yang memakan dan mencerna partikel padat atau cair yang berasal dari tubuh inangnya.

SUHU TUBUH HEWAN
     Ektotermal atau Poikilotermal
1. Ektotermal, adalah hewan dengan kemampuan mengatur suhu tubuhnya sangat terbatas sehingga suhunya bervariasi mengikuti suhu lingkungannya atau sebagai penyelaras (konformer).
2. Poikilotermal, hewan yang suhu tubuhnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan suhu lingkungannya, disebut pula sebagai hewan berdarah dingin.
     Endotermal atau Homeotermal
1. Endotermal, kelompok hewan yang dapat mengatur produksi panas dari dalam tubuhnya untuk mengkonstankan atau menaikkan suhu tubuhnya.
2. Homeotermal, hewan-hewan yang dapat mengatur suhu tubuhnya sehingga selalu konstan berada pada kisaran suhu optimumnya.

FAKTOR PEMBATAS DAN KISARAN TOLERANSI
     Faktor pembatas, faktor fisikokimia apa pun yang jika kuantitasnya kurang akan menghambat pertumbuhan organisme untuk tumbuh lebih cepat (hukum minimum Liebig).
     Hukum toleransi Shelford, setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan atas dari kisaran toleransi organisme itu terhadap kondisi faktor lingkungannya.  
     Kisaran toleransi hewan terhadap faktor lingkungan:
1. Steno, kisaran toleransinya sempit:
             a) oligo, kisaran toleransinya redah
             b) poli, kisaran toleransinya tinggi
2. Eury, kisaran toleransinya lebar.
     Kisaran toleransi yang dimiliki oleh hewan ditentukan secara herediter, tetapi dapat mengalami perubahan melalui proses aklimatisasi dan aklimasi.
     Aklimatisasi, usaha penyesuaian pada kondisi faktor lingkungan di habitat buatan yang baru.
     Aklimasi, usaha penyesuaian pada kondisi faktor lingkungan tertentu di dalam laboratorium.
     Aspek terapan faktor pembatas dan kisaran toleransi
1. Pengendalian hama
Memberlakukan faktor fisikokimia yang bersifat steno pada level oligo atau poli.
2. Indikator ekologi
Menggunakan spesies tertentu sebagai petunjuk kondisi faktor fisikokimia lingkungan di suatu tempat.

KRITERIA SPESIES INDIKATOR
1. Kisaran toleransi steno untuk satu atau beberapa faktor.
2. Ukuran tubuh cukup besar dan memiliki laju balikan rendah.
3. Kelimpahan tinggi.
4. Mudah diidentifikasi.
5. Mempunyai distribusi yang kosmopolit.
6. Mudah mengakumulasi bahan polutan.
7. Mudah dipelihara di laboratorium.
8. Keragaman jenis/genetik dan relung sempit.

DASAR PENGGUNAAN SPESIES INDIKATOR
1. Kehadiran spesies indikator.
2. Ketidak hadiran spesies lain yang biasa ada.
3. Hubungan numerikal populasi dalam komunitas.
4. Indeks keanekaragaman spesies atau yang lainnya.

TANAH
     Faktor dalam tanah berpengaruhi terhadap kehidupan hewan seperti:
            1. drainase
            2. aerasi
            3. suhu
            4. sisa tumbuhan
            5. rongga tanah

A I R
     Ada tidaknya genangan air dan perbedaan kelembaban udara berpengaruh terhadap kehidupan hewan. Dalam hal ini hewan dibedakan menjadi:
v  hidrosol (hewan air seperti ikan)
v  mesosol (hewan yang hidup di tempat yang tidak terlalu basah dan terlalu kering seperti cacing)
v  xerosol (hewan yang hidup di daerah kering misalnya hewan darat)

PENGARUH SUHU
1. Kerja enzim.
2. Pertumbuhan dan perkembangan.
3. Survival.
4. Fekunditas.
5. Kematangan seksual.
6. Aktivitas.

CAHAYA MATAHARI
Berpengaruh pada:
1. Warna pada hewan.
2. Arah dan kecepatan gerak hewan.
3. Aktivitas dan perilaku hewan (fotoperiodesitas).
4. Aktivitas kawin.
5. Migrasi.

GRAVITASI
     Berpengaruh pada:
1. Mempertahankan posisi hewan terhadap bumi.
2. Kepadatan air dan udara di permukaan bumi.

pH
     Pengaruhnya melalui dua mekanisme:
1. Secara langsung: mengganggu kerja enzim, osmoregulasi, dan pertukaran gas pada alat respirasi.
2. Secara tak langsung: mengurangi kualitas makanan dan meningkatkan konsentrasi racun logam berat ( ).

GARAM DAN SALINITAS
     Berpengruh pada:
1. Osmoregulasi dalam tubuh hewan.
2. Pembentukan cangkang pada mollusca dan bulu burung.
3. Pembentukan tulang.
4. Pembekuan darah.
5. Distribusi hewan.

GAS
1. Oksigen penting untuk proses respirasi, di dalam air akan menurun jika terjadi peningkatan suhu dan eutrofikasi.
2. Karbondioksida, kebanyakan hewan akan mati lemas jika terdedah terlalu banyak.

EFEK FISIOLOGIS FAKTOR LINGKUNGAN PADA HEWAN
1. Letal, perubahan lingkungan menyebabkan hewan mati (suhu terlalu panas atau dingin, kemarau panjang).
2. Masking, perubahan lingkungan menyebabkan memodifikasi sifat fisiologisnya (udara panas, hewan endotermal berkeringat).
3. Directive (terarah), perubahan lingkungan menyebabkan hewan mengadakan orientasi sehingga dapat mengatur responnya (menimbun lemak di musim panas untuk persiapan di musim dingin).
4. Controlling, perubahan lingkungan menyebabkan suatu proses fisiologi aktif (perubahan suhu mengontrol sekresi, gerak, dan metabolisme).
5. Deficient, perubahan lingkungan menyebabkan hewan menurunkan aktivitas tubuhnya (berkurangnya salinitas dan oksigen dalam medium).
     Respons hewan terhadap perubahan lingkungan bila kuantitas atau intensitas kondisi tersebut berada di atas batas ambang minimum (threshold).
SIKLUS BIOGEOKIMIA
     Siklus biogeokimia melibatkan lingkungan abiotik dan biotik, sehingga nutrien dari lingkungan masuk ke dalam lingkungan biotik kemudian keluar lagi kelingkungan.
     Secara umum siklus tsb sbb;
            1. lingkungan-tumbuhan hijau-saprofit-lingkungan.
            2. lingkungan-(tumbuhan hijau-herbivora-karnivora)-saprofit-lingkungan.
            3. lingkungan-hewan-saprofit-lingkungan.
            4. lingkungan-saprofit-lingkungan.

KOMUNITAS HEWAN
     Komunitas = biocenose adalah berbagai jenis organisme yang merupakan bagian dari suatu unit ekologis tertentu yang disebut ekosistem.
     Komunitas hewan adalah berbagai jenis hewan dalam suatu ekosistem.
     Karakteristik utamanya adalah keragaman jenis hewannya.
     Komunitas biotik hewan semuanya sebagai konsumer.
     Konsumer adalah hewan (herbivora, karnivora, omnivora, detritivora, dan parasiter).
     Detritivora terbagi atas:
            1. mikrofauna (≤1mm): protozoa, nematoda
            2. mesofauna, 1-2mm: acari, collembola.
            3. makrofauna, 2-20mm: isoptera, isopoda.
            4. megafauna, ≥20mm: cacing tanah, siput.

HUBUNGAN INTRA DAN INTERSPESIFIK
     Hubungan intraspesifik adalah hubungan antara dua individu dari spesies yang sama
     Hubungan interspesifik adalah hubungan antar dua individu dari dua spesies.
     Hubungan interspesifik ada yang bersifat simbiosis dan nonsimbiosis.
     Hubungan simbiosis adalah hubungan antara dua individu dari dua spesies yang selalu bersama-sama (flagellata yang hidup dalam usus rayap).
     Hubungan nonsimbiosis adalah hubungan antara dua individu yang hidup secara terpisah, dan hubungan terjadi hanya jika keduanya berdekatan (kupu-kupu dengan tanaman berbunga).
     Kompetisi adalah hubungan antara dua individu yang memperebutkan satu macam sumberdaya, sehingga berakibat merugikan bagi salah satu pihak.
     Jenis sumberdaya yang dikompetisikan berupa makanan, tempat tinggal, pasangan.
     Hubungan kompetitif dapat berkembang menjadi pemisahan kegiatan hidup (partisi)
     Akibat partisi, hewan dalam habitatnya mengalami spesialisasi dalam hal:
            1. jenis makanan
            2. metode makan
            3. tempat memperoleh makanan
     Akibat lain dari kompetisi adalah kanibalisme yaitu sifat suatu hewan untuk menyakiti bahkan membunuh individu lain dalam jenisnya.
     Contoh kanibalisme misalnya ayam saling mematuk saat memperebutkan makanan atau mematuk telur sampai pecah lalu menghisap isinya. Belalang sembah betina atau laba-laba black widow betina membunuh jantannya setelah melakukan perkawinan.
     Amensalisme (kompetisi asimetris) hubungan antara dua jenis hewan, yang satu menghambat atau merugikan yang lain, tetapi dirinya tidak mendapat pengaruh apapun.
     Amensalisme banyak ditemui pada Bryazoa.
     Komensalisme adalah asosiasi dua jenis hewan yang salah satunya diuntungkan sedangkan yang lainnya tidak terpengaruh apapun. Contohnya crowfish dengan anemon laut, atau balanus yang tumbuh di karapaks kepiting.
     Mutualisme adalah hubungan antara dua jenis hewan yang saling menguntungkan.
     Mutualisme obligat/absolut/simbiotik: kedua individu selalu hidup bersama (flagellata yang hidup dalam usus rayap).
     Mutualisme nonsimbiotik: dua individu yang berhubungan hidup terpisah, tetapi pasangannya spesifik (kupu-kupu dengan bunga bernektar, lebah penyengat dengan tumbuhan Ficus).
     Mutualisme fakultatif/protokooperasi: kedua individu yang berhubungan tidak hidup bersama dan pasangannya tidak selalu dengan jenis tertentu (burung jalak dengan kerbau).
     Parasitisme adalah hubungan antara dua individu dari dua jenis, yang satu (parasiter) hidup atas tanggungan yang lain (inang=hospes), sehingga yang lain tersebut dirugikan.
     Parasit obligat, kedua hewan selalu hidup bersama (cacing pita dengan sapi, cacing hati dengan babi).
     Parasitisme nonsimbiotik: hubungan antara parasiter dengan inangnya bersifat tetap (kutu busuk = Cimex rotundatus dengan manusia).
     Parasitisme fakultatif: parasiter hidup ter-pisah dari hewan inang dan tidak meng-khususkan diri pada satu jenis hewan inang (lintah dengan berbagai hewan mamalia).
     Predatorisme adalah metode memperoleh makanan oleh hewan, yaitu hewan memburu dan membunuh jenis hewan lain lalu memakannya (singa dengan menjangan).

STRATEGI MAKAN HEWAN
     Untuk menemukan makanan, hewan menggunakan 2 strategi:
            1. Euryphagous (generalis)
            2. Stenophagous (spesialis)
     Pertimbangan pencarian makanan:
            1. pemilihan makanan
            2. penggantian mangsa
            3. lokasi memperoleh makanan
            4. strategi optimal yang dipilih pemangsa
            5. strategi optimal untuk bertahan
            6. bagaimana kompromi dengan individu lain

METODE MENCARI MAKAN
ü  Grazers (penggembalaan): Memanen rumput dan tumbuhan lain di daratan atau algae di permukaan air (siput, belalang, angsa, rodentia, mamalia).
ü  Browser (menjelajah): Pemakan daun di darat mulai dari semak sampai kepohon (ulat bulu, kura-kura darat, belibis, jerapah, antelop, panda, rusa, dan monyet)
ü  Pemakan nectar, buah, tepung sari, biji: Nectar yang manis menjadi makanan bagi ngengat, lebah, kelelawar, kupu-kupu, burung madu. Gula dalam buah menjadi makanan bagi burung, monyet, kelelawar, kalong, gajah. Tepung sari dimakan oleh lebah, dan kumbang. Biji dimakan oleh tupai, burung, dan semut.
ü  Menggali: Perilaku menggali untuk menemukan makanan ini dilakukan oleh kumbang, serangga, larva ngengat, undur-undur, cacing, anai-anai.
ü  Filter feeders: Metode makan yang dilakukan oleh hewan yang hidup di dalam air seperti tiram, fanworm, tunicata, paus.
ü  Deposit feeders: Hewan pemakan partikel organik, plankton atau sisa hewan mati yang luruh dari permukaan air (debris). Pada umumnya adalah hewan sessil, cacing laut, chrinoids.
ü  Mengais: Hewan yang memperoleh makanan dari sampah organik, hewan atau tumbuhan yang telah mati (bekicot, cacing tanah, burung manyar, anjing hutan).

PEMILIHAN MAKANAN OLEH HEWAN
     Dasar pertimbangannya:
            1. Aspek kuantitif,  berkaitan dengan masalah kelipatan ketersediaannya.
            2. Aspek kualitatif, berkaitan dengan palatabilitas, nilai gizi, daya cerna, dan ukurannya.
ü  Palatabilitas; ketertarikan hewan memakan suatu bahan makanan ditentukan oleh kandungan   zat kimia tertentu, senyawa toksikan, struktur permukaan (duri, bulu, rambut, atau lapisan keras).
ü  Nilai gizi; berkaitan dengan kandungan protien, lemak, karbohidrat, vitamin, air, dan mineral (difisiensi mengakibatkan kanibalisme).
ü  Daya cerna; tergantung pada komposisi kimia, struktur makanan, dan adaptasi fisiologis hewan. Herbivora memerlukan enzim karbohidrase, dan karnivora enzim protease. Beberapa mamalia, aves, dan serangga herbivora berasosiasi dengan bakteri atau protozoa pencerna selelosa.
ü  Ukuran makanan; menjadi masalah bagi hewan karnivora (predator), namun bagi herbivora, saprovora, dan parasiter bukan merupakan masalah.

PERLINDUNGAN TUMBUHAN
     Agar tidak dimangsa herbivora, tumbuhan mempunyai strategi:
            1.berdaun tebal
            2.berduri
            3.bergetah
            4.berasa asam, pedas, pahit, atau sepet
            5.mengandung alkaloid toksikan
     Adaptasi predator:
            1. sistem indera yang sangat tajam
            2. cakar
            3. gigi taring
            4. geligi
            5. sengat
            6. racun
            7. kecepatan lari
     Adaptasi prey:
            1.bersembunyi
            2.melarikan diri
            3.menggulungkan diri
            4.suara peringatan
            5.kamuflase (cryptic coloration)
            6.pewarnaan aposematik (aposematic coloration)
            7.penandaan pengecoh (deceptive marking)
               a. kepala bohongan,     b. mata palsu
            8.racun
            9.ototomi
          10.duri, kulit keras
          11.Mimikri (peniru memiliki kemiripan superfisial):
              a.mimikri Batesian: spesies yang tidak berbahaya meniru spesies yang berbahaya.
              b.mimikri Mullerian: spesies yang tidak berbisa menyerupai spesies yang berbisa.
         12.Perilaku kelompok (ungulata)
         13.Respon pelindungan diri (ikan pakerel vs gambusia)


ADAPTASI HEWAN
     Begon (1996), pengertian adaptasi mengandung banyak pengertian, sehingga jika hewan X teradaptasi untuk lingkungan Y, maka dapat diartikan sebagai berikut
1. Hewan X hanya dapat dijumpai di lingkungan Y, dalam hal ini berarti hewan X mempunyai   sifat yang hanya sesuai untuk hidup di lingkungan Y.
2. Hewan X hanya dapat hidup di lingkungan Y, tidak dapat hidup di lingkungan lain.
3. Hewan X mempunyai sifat lolos seleksi alam, sehingga sesuai dengan lingkungan Y, dan sifat ini diwariskan kepada keturunannya.
4. Hewan X telah mempunyai pengalaman di masa lalu yang memungkinkannya untuk hidup di lingkungan Y.
5. Hewan X mempunyai sifat genotif dan fenotip yang sesuai untuk hidup di lingkungan Y.

PRINSIP-PRINSIP ADAPTASI
     Faktor-faktor yang mempengaruhi:
1.Sifat genetik
   Ciri habitat keturunan sama dengan ciri habitat yang dihuni moyangnya.
2.Reproduksi
   Jumlah anak yang dihasilkan mempunyai probabilitas terhadap kemampuan adaptasi.
3.Frekuensi perubahan lingkungan
   Perubahan secara siklik memungkinkan hewan lebih mampu beradaptasi dari perubahan     lainnya.

BATAS-BATAS ADAPTASI
     Keterbatasan hewan dalam beradaptasi dalam hal:
1.Ketahanan hidup (survival) tiap spesies hewan bervariasi.
2.Setiap individu mempunyai kemampuan beradaptasi yang berbeda.
3.Perubahan lingkungan bersifat overlaping, maka adaptasi merupakan proses yang lambat.
4.Adaptasi melibatkan seluruh aktivitas hidup (the whole bussines of living).

ADAPTASI STRUKTURAL
     Adaptasi struktural berwujud sifat-sifat morfologis tubuh, seperti:
1.Bentuk tubuh
2.Bentuk dan susunan organ tubuh
3.Ukuran tubuh
4.Warna tubuh (kulit, rambut, bulu, sisik)
5.Penutup tubuh (kulit, rambut, bulu, sisik)

BENTUK DAN UKURAN TUBUH
     Bentuk tubuh adalah ratio antara lebar dan panjang tubuh.
     Hewan didaerah dingin bentuk tubuhnya bulat dan besar, ratio panjang dan lebar tubuh kecil.
     Hewan di daerah panas bentuk tubuhnya kecil dan ramping.
     Ikan berbentuk streamline (bentuk meruncing di bagian depan dan belakang).

BAGIAN-BAGIAN TUBUH
     Bagian tubuh hewan untuk kesesuaian dengan lingkungannya bersifat homolog (sirip ikan) dan analog (sayap burung dan sayap capung)
     Adaptasi alat gerak hewan darat disesuaikan dengan substrat habitatnya (pohon, tanah keras, tanah becek, air).
     Bentuk mulut dan susunan gigi disesuaikan dengan jenis makanan (padat, semi padat, cair).

PENUTUP TUBUH
     Kulit, rambut, cangkang, dan bulu pada hewan darat berfungsi untuk menahan kehilangan air.
     Cangkang dan sisik pada hewan air, serta rambut dan bulu pada hewan yang beraktivitas dalam air berfungsi untuk mengurangi gesekan dengan air.

WARNA TUBUH
     Warna pada hewan ditimbulkan oleh:
1.Pigmen khusus yang menyerap panjang gelombang tertentu dan memantulkan panjang gelombang yang lain
2.Struktur permukaan tubuh yang menyebabkan sinar terserap atau direfraksi
3.Kombinasi dari pengaruh absorbtif, refraktif, reflektif, dan difraktif.
     Poulton mengelompokkan warna sesuai dengan manfaatnya:
1.Warna Apatetik, sama dengan semua atau beberapa bagian warna lingkungan:
            a.warna kriptik, warna yang sama dengan lingkungannya, untuk bersembunyi:
               (1) warna prokriptik, kesamaan warna untuk berlindung
               (2) warna antikriptik, kesamaan warna untuk menyerang.   
            b.warna pseudosematik, warna untuk peringatan atau tanda yang ironik:
               (1)warna pseudaposematik, warna yang bersifat protektif
               (2)warna pseudepisematik, warna agresif dan erotik
2.Warna sematik, untuk memberikan sinyal dan peringatan:
            a.warna aposematik, untuk peringatan
            b.warna episematik, untuk memberi sinyal
3.Warna epigamik, ditampilkan untuk kawin.


ADAPTASI FISIOLOGIS
     Adaptasi yang menyangkut kesesuaian proses fisiologis hewan dengan kondisi lingkungan atau sumber daya dalam habitatnya.
1.Bau
Bau yang khas dapat menjadi tanda bagi individu lain yang sejenis atau lain jenis. Feromon pada serangga untuk menarik lawan jenisnya pada musim kawin. Atraktan digunakan oleh hewan untuk menyerang hewan lain.
2.Respirasi
Untuk mengambil oksigen:
Hewan uniseluler yang hidup di dalam air bersifat anaerobik, dan yang hidup di permukaan air bersifat aerobik. Hewan multiseluler dengan ukuran tubuh kecil menggunakan cara difusi. Ikan menggunakan insang. Vertebrata lain menggunakan paru-paru. Serangga menggunakan trachea.
3.Suhu
Adaptasi hewan terhadap suhu meliputi:
a) adaptasi untuk hidup di lingkungan suhu rendah.
b) adaptasi untuk hidup di lingkungan suhu tinggi.
c) adaptasi untuk mengatasi perubahan suhu tubuh sebagai akibat perubahan suhu lingkungan.
     Bentuk adaptasi hewan terhadap perubahan suhu lingkungan:
     Beruang kutub mengalami hebernasi pada saat suhu lingkungan mendekati C di waktu musim dingin.
     Belut dan siput air mengalami aestivasi pada saat suhu lingkungan lebih tinggi di musim kemarau.
     Kadal dan kura-kura berjemur untuk meningkatkan suhu tubuhnya pada saat suhu lingkungan rendah.
     Hewan yang hidup di daerah iklim sedang, pasang surut, dan dingin, banyak yang bersifat freeze tolerant, artinya dapat bertahan hidup jika cairan tubuhnya membeku, asal tidak terjadi di dalam inti sel karena mempunyai bahan anti beku.
     Contoh:
            a) lalat Rhabdophaga strobiloides dan katak pohon (Hyla versicolor) dengan gliserol.
            b) ikan Trematomus borchgrevinki dengan glikoprotein.
4. Salinitas
Hewan laut bersifat isosmotik (tekanan osmotik cairan tubuh = tekanan osmotik air laut), karena bersifat osmokonformer.
     Hewan laut yang bermigrasi ke daerah payau perlu melakukan osmoregulasi untuk mengatur tekanan osmotik tubuhnya agar lebih tinggi dari pada tekanan osmotik di dalam air.
5. Air
     Untuk mencegah kehilangan air yang terlalu besar (dehidrasi) hewan melakukan:
a) aetivasi, misal siput darat dengan memasukkan tubuh ke dalam cangkang kemudian ditutup dengan epifragma, katak mengubur diri di dalam tanah.
b) berkulit tebal (kitin) dan belapis lilin, misal serangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar